Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang
lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal.
Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan
dengan misi kerasulan Nabi Muhammad saw, yaitu menyempurnakan akhlaq yang
mulia.
Agama islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia
mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun
yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya
untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat
memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah.
Adapun yang dimaksud dengan
pendidikan Islam sangat beragam, hal ini terlihat dari definisi pendidikan
Islam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan berikut ini:
Prof.Dr.
Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan islam sebagai proses mengubah tingkah laku
individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara
profesi-profesi asasi dalam masyarakat. (Asy-Syaibany, 1979: 399)
Pengertian tersebut memfokuskan
perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain
itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan
kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan masyarakat dan
alam semesta.
Dr.
Muhammad SA Ibrahimy (Bangladesh) mengemukakan pengertian pendidikan islam
sebagi berikut;
Islamic education in true sense of
the term, is a system of education which enables a man to lead his life
according to the islamic ideology, so that he may easily mould his life in
according with tenent of islam.
Pendidikan dalam pandangan yang
sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita islam, sehingga dengan mudah
ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran islam.
Pengertian itu mengacu pada
perkembangan kehidupan manusia masa depan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip
islami yang diamanahkan oleh Allah kepada manusia, sehingga manusia mampu
memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan iptek.
Dr.
Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan pengertian pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan,
mendorong, serta mengajak manusia untk lebih maju dengan berlandaskan
nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi
yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Definisi tersebut memiliki tiga
prinsip pendidikan islam sebagai berikut:
a. pendidikan merupakan proses
perbantuan pencapaian tingkat keimanan dan berilmu ( QS.
Al-Mujadilah 58:11)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
- Sebagai model, maka Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah (QS. Al-Ahzab 33:21) yang dijamin Allah memiliki akhlaq mulia (QS. Al-Qalam 68:4)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab 33:21)
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam 68:4)
- Pada manusia terdapat potensi baik dan buruk (QS. Asy-Syam 91:7-8), potensi negatif seperti lemah (QS. An-Nisa’ 4: 28), tergesa-gesa (QS. Al-Anbiya 21: 37), berkeluh kesah (QS. Al-Maarij 70: 19), dan ruh Allah yang ditiupkan kepadanya pada saat penyempurnaan penciptaannya (QS. At-Tin 95: 4). Oleh karena itu pendidikan ditujukan sebagai pembangkit potensi baik yang ada pada anak didik dan mengurangi potensinya yang jelek. [3]
وَنَفْسٍ وَمَا
سَوَّاهَافَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”(QS. Asy-Syam 91:7-8)
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ
عَنْكُمْ وَخُلِقَ الإنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah hendak memberikan keringanan
kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”(QS. An-Nisa’ 4: 28)
خُلِقَ الإنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ
سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلا تَسْتَعْجِلُونِ
“Manusia telah dijadikan (bertabiat)
tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab) -Ku. Maka
janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.”(QS. Al-Anbiya 21: 37)
إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah lagi kikir”(QS. Al-Maarij 70: 19)
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي
أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”(QS. At-Tin 95: 4)
Ruang lingkup pendidikan Islam
Ruang lingkup pendidikan
Islam sangat luas sekali
karena didalamnya banyak pihak - pihak yang ikut terlibat, baik langsung maupun
tidak langsung.
Adapun pihak - pihak yang terlibat sekaligus sebagai ruang lingkup pendidikan Islam yaitu sebagai berikut :
1. Perbuatan Mendidik Itu Sendiri
Perbuatan mendidik merupakan seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik.
Atau bisa juga diartikan : sikap atau tindakan menuntun, membimbing, memberikan pertolongan dari seorang pendidik kepada anak didik menuju pada tujuan pendidikan islam. Perbuatan mendidik ini disebut dengan istilah takzib.
2. Anak Didik
Anak didik merupakan obyek terpenting dalam pendidikan, hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu dilakukan hanyalah untuk membawah anak didik kepada tujuan pendidikan islam yang dicita - citakan.Dalam pendidikan Islam anak didik disebut dengan istilah santri, muta'alim, tolib, tilmidz, muhazab.
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber darii segala kegiatan pendidikan islam ini dilakukan. Maksudnya, pelaksanaan pendidikan Islam harus berlandaskan atau bersumber dari dasar tersebut.
Dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan Islam yaitu arah kemana anak didik ini akan dibawa. Secara ringkas tujuan pendidikan Islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berkepribadian muslim.
4. Pendidik
Pendidik merupakan subyek yang melaksanakan pendidikan Islam. Pendidik memiliki peran penting untuk berlangsungnya pendidikan. Baik atau tidaknya pendidik berpengaruh besar terhadap pendidikan Islam.
Pendidik disebut mu'allim, muhazib, ustadz, kyai, ada pula yang menyebutnya mursyid, artinya yang memberikan petunjuk.
5. Materi Pendidikan Islam
yaitu bahan - bahan atau pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disampaikan kepada anak didik. dalam pendidikan Islam materi pendidikan ini disebut muddatuttarbiyah.
6. Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan Islam merupakan cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi kepada anak didik.
Metode disini mengemukakan bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam agar materi pendidikan Islam tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik. Dalam Pendidikan Islam metode pendidikan ini disebut dengan istilah thariqatut tarbiyah atau thariqatut tahzib.
7. Evaluasi
Yaitu memuat cara - cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidikan Islam umumnya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan melalui proses atau tahap tertentu. Apabila tujuan pada tahap atau fase ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya dan berakhir dengan terbentuknya kepribadian muslim.
8. Alat - Alat Pendidikan Islam
Yaitu alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan islam tersebut lebih berhasil.
9. Lingkungan Sekitar
Yaitu keadaan - keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam.
Adapun pihak - pihak yang terlibat sekaligus sebagai ruang lingkup pendidikan Islam yaitu sebagai berikut :
1. Perbuatan Mendidik Itu Sendiri
Perbuatan mendidik merupakan seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik.
Atau bisa juga diartikan : sikap atau tindakan menuntun, membimbing, memberikan pertolongan dari seorang pendidik kepada anak didik menuju pada tujuan pendidikan islam. Perbuatan mendidik ini disebut dengan istilah takzib.
2. Anak Didik
Anak didik merupakan obyek terpenting dalam pendidikan, hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu dilakukan hanyalah untuk membawah anak didik kepada tujuan pendidikan islam yang dicita - citakan.Dalam pendidikan Islam anak didik disebut dengan istilah santri, muta'alim, tolib, tilmidz, muhazab.
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber darii segala kegiatan pendidikan islam ini dilakukan. Maksudnya, pelaksanaan pendidikan Islam harus berlandaskan atau bersumber dari dasar tersebut.
Dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan Islam yaitu arah kemana anak didik ini akan dibawa. Secara ringkas tujuan pendidikan Islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berkepribadian muslim.
4. Pendidik
Pendidik merupakan subyek yang melaksanakan pendidikan Islam. Pendidik memiliki peran penting untuk berlangsungnya pendidikan. Baik atau tidaknya pendidik berpengaruh besar terhadap pendidikan Islam.
Pendidik disebut mu'allim, muhazib, ustadz, kyai, ada pula yang menyebutnya mursyid, artinya yang memberikan petunjuk.
5. Materi Pendidikan Islam
yaitu bahan - bahan atau pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disampaikan kepada anak didik. dalam pendidikan Islam materi pendidikan ini disebut muddatuttarbiyah.
6. Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan Islam merupakan cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi kepada anak didik.
Metode disini mengemukakan bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam agar materi pendidikan Islam tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik. Dalam Pendidikan Islam metode pendidikan ini disebut dengan istilah thariqatut tarbiyah atau thariqatut tahzib.
7. Evaluasi
Yaitu memuat cara - cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidikan Islam umumnya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan melalui proses atau tahap tertentu. Apabila tujuan pada tahap atau fase ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya dan berakhir dengan terbentuknya kepribadian muslim.
8. Alat - Alat Pendidikan Islam
Yaitu alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan islam tersebut lebih berhasil.
9. Lingkungan Sekitar
Yaitu keadaan - keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam.
LANDASAN PENDIDIKAN ISLAM
Landasan
Normatif Pendidikan Islam
Setiap
usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus
mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu
pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai
landasan ke mana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu
dihubungkan.
Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu, fungsi dasar
ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai
landasan untuk berdirinya sesuatu (Nizar, 2000:95).
Landasan,
istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus besar
bahasa Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fundasi.
Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas
atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari
suatu hal ; atau suatu fundasi tempat berdirinya suatu hal.
Sementara itu, normatif secara leksikal berarti berpegang teguh pd norma; menurut norma atau kaidah
yang berlaku.
Dengan
demikian, landasan normatif Pendidikan Islam bisa diartikan sebagai pijakan
dari Pendidikan Islam menurut norma atau kaidah yang berlaku.
Dasar
ilmu pendidikan Islam adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu
bersumber dari Al-Qur’an, sunnah Rasulullah Saw. dan Ra’yu (hasil pemikiran
manusia).
Landasan
Islam terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dapat
dikembangkan dengan ijtihad, al-Maslahah al-Mursalah, Istihsan, Qiyas dan
sebagainya.
1.Al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Muhammad Saw dalam bahasa Arab
yang terang guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di
dunia dan akhirat.
Dalam
kaitan Al-Qur’an sebagai salah satu landasan kependidikan Islam, Ahmad Ibrahim
Muhanna sebagaimana dikutip oleh Drs. Hery Noer Aly, MA dalam bukunya Ilmu
Pendidikan Islam
mengatakan
sebagai berikut:
Al-Qur’an membahas berbagai berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan
merupakan tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku
bangunan pendidikan yang dibutuhkan semua manusia. Hal itu tidak aneh mengingat
Al-Qur’an merupakan kitab hidayah; dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain
karena pendidikan yang benar serta ketaatannya.
Meskipun
demikian, hubungan ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semuanya sama. Ada yang
merupakan bagian fondasional dan ada yang merupakan bagian parsial. Dengan
perkataan lain, hubungannya dengan pendidikan ada yang langsung dan ada yang
tidak langsung.
2.As-Sunnah
As-Sunnah
ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah Swt. Yang dimaksud
dengan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui
oleh Rasulullah Saw dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu
berjalan.
Dalam
lapangan pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman An-Nahlawi dalam
bukunya Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Sunnah mempunyai
dua faedah, yaitu:
1. Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana
terdapat di dalam Al-Qur’an dan menerangkan hal-hal yang rinci yang tidak
terdapat di dalamnya.
2. Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat
dipraktikkan.
Banyak
tindakan mendidik yang telah dicontohkan Rasulullah dalam pergaulan bersama
para sahabatnya. Muhammad Quthb menerangkan bahwa pribadi Rasulullah Saw
sendiri merupakan contoh hidup serta bukti kongkrit sistem dan hasil
pendidikan Islam.
Di
samping kedua landasan konstitusinal normatif tersebut, ijtihad (ra’yu) juga
dijadikan landasan kependidikan Islam. Soerjono Soekanto menegaskan bahwa
masyarakat selalu mengalami perubahan, baik mengenai nilai-nilai sosial,
kaidah-kaidah sosial, pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan
lembaga-lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, maupun interaksi sosial
dan lain sebagainya.
Ijtihad
adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmuyang
dimiliki oleh ilmuan syariat Islam untuk menetapkan/ menentukan sesuatu hukum
syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh
Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek
kehidupan, termasuk pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan
Sunnah.
Ijtihad
dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah
oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah
dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat
pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru dari hasil
ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.[10]
KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian
lembaga pendidikan islam
Lembaga menurut bahasa adalah “badan”
atau “organisasi” (tempat berkumpul). (Depdikbud, 1994: 851). Badan (lembaga)
pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia
yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada si
terdidik. Sesuai dengan badan tersebut (Marimba, 1987: 56).
Lembaga pendidik islam ialah suatu
bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga islam yang
baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu
dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat
mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini kekuatan
hukum tersendiri (Muhaimin, 1993 :286).
Berdasarkan pengertian diatas dapat
dipahami bahwa lembaga pendidikan islam adalah tempat atau organisasi yang
menyelenggarakan pendidikan islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan
bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan islam. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan
terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya,
seperti sekolah (madrasah yang melaksanakan proses pendidikan islam).[1][1]
B. Jenis lembaga
pendidikan islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang
berkewajiban melaksanakan pendidikan islam adalah sebagai berikut:[2][2]
1. Rumah tangga,
yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia
sekolah. Pendidiknya adalah orangtua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara,
teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
2. Di sekolah,
yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai
ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
3. Kesatuan
sosial, yaitu pendidikan tertsier yang merupaka pendidikan yang terakhir tetapi
bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana
masyarakat setempat.
Zuhairini (1992;177) mengemukakan bahwa secara garis besar, lembaga
peendidikan islam dibedakan kepada tiga macam, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
1. Keluarga
Menurut Hammudah Abd Al-Ati, definisi
keluarga secara operasional adalah suatu struktur yang bersifat khusus, satu
sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan melalui hubungan darah atau
pernikahan.
Sistem kekeluargaan yang diakui oleh
islam adalah “al-usrat az-zaawjiyyah” (suami istri) yaitu keluarga yang terdiri
atas sumi, istri, dan anak-anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak
yang telah menikah dipandang telah membuat keluarga pula (Asy-Syaibani, 1979:
205).
Keluarga nerupakan lemabag pendidikan
yang pertama tempat peserta didik pertama kali menerima pendidikan dan
bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga yang lain. Keluargalah yang
meletakan dasar-dasar kepribadian anak, karena pada masa ini, anak lebih peka
terhadap pengaruh pendidik.
Lembaga pendidikan pertama dalam islam
adalah keluarga atau rumah tangga dalam sejarah tercatat bahwa rumah tangga
yang dijadikan basis dan markas pendidikan islam adalah arqam bin abi arqam.[3][3]
2. Sekolah
(madrasah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang
sangat penting sesudah keluarga semakin besar anak, semakin banyak
kebutuhannya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan,
pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur, dan terencana. Pendidikan
yang berlangsung disekolah bersifat sistematis berjenjang, dan dibagi dalam
waktu-waktu tertentu yang berlangssung dari taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi.
Masa sekolah bukan satu-satunya masa
bagi setiap orang untuk belajar. Namun disadari bahwa sekolah merupakan tempat
dan saat yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta
didik dalam menghadapi kehidupan masa depan.[4][4]
3. Masyarakat
Masyarakat turut serta dalam memikul
tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu
yang di ikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama setiap maasyarakat.
Masyarakat memilki pengaruh besar terhadap pendidikan anak, terutama para
pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan
yang kedua setelah keluarga dan sekolah pendidikan ini telah dimulai setelah
anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan
keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat
ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan,
pengetahuan, dan sikap, maupun pembentukan kesusilaan keagamaan.
Diantara badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan
antara lain:
a) Kepanduan
b) Perkumpulan-perkumpulan olahraga
c) Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan
pemudi
d) Perkumpulan-perkumpulan sementara
e) Kesempatan-kesempatan berjamaah
f) Perkumpulan-perkumpulan
perekonomian
g) Praktek-praktek politk
h) Perkumpulan-perkumpulan keagamaan
Aktifitas dan interaksi antara sesama
manusia dalam badan pendidikan tersebut banyak mempengaruhi perkembangan
kepribadian anggotanya apabila di dalamnya hidup suasana yang islami maka
kepribadian anggotanya cenderung berwarna islami juga.[5][5]
C. Tugas Lembaga Pendidikan Islam
1. Tugas Keluarga
Orangtua dituntut untuk menjadi yang
memberikan pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta
keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya,
memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggungjawab dalam kehidupan
keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani.
Tugas di atas wajib melaksanakan oleh
orangtua berdasarkan nash-nash Al-qur’an, diantaranya:
a. Firman Allah
dalam Surah At-Tahrim (66):6.
b. Firman Allah
dalam Surah Luqman (31):13-19.
c. Firman Allah
dalam Surah An-Nisa (4):9.
Ayat-ayat di
atas pada intinya adalah perintah agar orangtua menyelamatkan keluarga
(anaknya) dari siksaan neraka. Itulah tugas orangtua. Tugas tersebut dapat
dilaksanakan dengan banyak memberikan nasihat tentang akidah, ibadah, dan
akhlak. Orangtua juga harus mempersiapkan anak dan keturunannya agar mampu
hidup dengan kuat setelah orangtuanya meninggal dunia. Sesuai dengan keturunan psikologi
dan paedagogi, orangtua haarus menggunakan berbagai taktik dan memilih strategi
untuk melaksanakan tugas tersebut.[6][6]
2. Tugas Sekolah
(Madrasah)
An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah
(madrasah) sebagai lembaga pendidikan harus mengemban tugas sebagai berikut:
a. Merealisasikan
pendidikan yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang
diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
b. Memelihara
fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, agar ia tidak menyimpang dari
tujuan Allah menciptakannya.
c. Memberikan
kepada peserta didik seperangkap peradaban dan kebudayaan islami, dengan cara
mengintegrasikan antara ilmu alam, ilmu sosial, ilmu ekstra dengan landasan
ilmu agama, sehingga peserta didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan
iptek.
d. Membersihkan
pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena
pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah pada penyimpangan fitrah manusiawi.
e. Memberikan
wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran
peserta didik menjadi berkembang. Pemberian itu dapat dilakukan dengan cara
menyajikan sejarah peradaban umat terdahulu, baik mengenai pikiran, kebudayaan,
maupun perilakunya. Nilai-nilai tersebut dapat dipertahankan atau dimodifikasi
karena bertentangan dengan akidah Islam atau tidak sesuai lagi dengan tuntutan
zaman.
f. Menciptakan
suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta didik. Tugas ini tampaknya sulit dilakukan
karena peserta didik masuk lembaga madrasah dengan membawa status sosial dan
status ekonomi yang berbeda.
g. Tugas
mengoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan
keluarga, masjid, dan pesantren mempunyai
saham tersendiri dalam merealisasikan tujuan pendidikan, tetapi
pemberian saham itu belum cukup. Oleh karena itu, madrasah hadir untuk
melengkapi dan membenahi kegiatan pendidikan yang berlangsung.
h. Menyempurnakan
tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga,
masjid, dan pesantren.
Tugas-tugas madrasah tersebut
membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup berbagai komponen,
misalnya perencanaan, pengawasan, organisasi, evaluasi, dan sebagainya sehingga
dalaam lembaga madrasah tersebut terdapat tertib administrasi yang pada
dasarnya bertujuan melancarkan pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan.[7][7]
3. Tugas Lembaga
Pendidikan Masyarakat
a. Tugas Masjid
Usaha pertama
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW setelah tiba di Madinah ialah membangun masjid. Masjidlah yang menghimpun banyak
kaum muslimin. Di situlah mereka
mengatur segala urusan, bermusyawarah guna mewujudkan tujuan, menghindarkan
berbagai kerusakan dari mereka, saling membahu dalam mengatasi berbagai masalah,
dan menghindarkan setiap perusakan terhadap akidah, diri, dan harta mereka.
Masjid
adalah tempat mereka berlindung kepada Rabb,
dan memohon ketentraman, kekuatan, serta pertolongan kepada-Nya. Di samping itu
masjid merupakan tempat mereka memakmurkan qolbu dengan bekal baru, yaitu
berupa potensi-potensi ruhaniah. Dengan potensi tersebut, Allah SWT memberi
kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran, pemikiran, kegigihan, dan semangat.
Setelah
islam berkembang, semakin banyak pula jumlah masjid. Kaum muslimin membina satu
masjid atau lebih di tempat-tempat dimana mereka tinggal. Khalifah Umar bin
Khaththab memerintahkan para komandannya untuk mendirikan masjid di semua
negeri di kota-kota yang mereka kuasai.[8][8]
b. Tugas
Pesantren
Dari
tujuan pendidikan pesantren seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Feisal
dapat dilihat tugas yang diemban pesantren adalah sebagai berikut:
1.
Mencetak ulama yang menguasai
ilmu-ilmu agama
2.
Mendidik muslim yag dapat
melaksanakan syari’at agama
3.
Mendidik agar objek memiliki
kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama[9][9]
D. Prinsip-Prinsip Lembaga Pendidikan
Islam
Bentuk lembaga
pendidikan islam apapun dalam islam harus berpijak pada prinsip-prinsip
tertentu. Yang telah disepakati oleh masyarakat sehingga antara lembaga satu
denga lembaga lainnya tidak terjadi semacam tumpang tidih. Prinsip-prinsip
pembentukan lembaga pendidikan islam itu adalah:[10][10]
1. Prinsip pembebasan manusia dari ancaman
kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka (QS. At-Tahrim: 6).
2. Prinsip pembinaan umat manusia menjadi
hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di
dunia dan di akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan
bertaqwa, yang senantiasa memanjatkan do’a sehari-harinya (QS. Al-Baqarah :201;
Al-Qashash:77).
3. Prinsip pembentukan pribadi manusia
yang memancarkan sinar keimanan yang kaya akan ilmu pengetahuan, yang satu sama
lain saling mengembangkan hidupya untuk menghambakan diri pada Khaliknya.
Keyakinan dan keimanannya sebagai penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus
mendasari ilmu pengetahuannya, keimanan dikendalikan oleh akal budi (QS.
Al-Mujadillah: 11).
4. Prinsip amr ma’ruf dan nahi munkar,
dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan (Qs, Al-imran :
104,110).
5. Prinsip pengembangan daya pikir, daya
nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat
memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.
E. Sifat dan Karakter Lembaga Pendidikan
Islam
Berdasarkan
data dan informasi sebagaimana tersebut. Dapat dikemukakan beberapa sifat dan
karakter lembaga pendidikan islam sebagai berikut:[11][11]
1.
Lembaga
pendidikan islam bersifat holistik
2.
Lembaga
pendidikan islam bersifat dinamis dan inovatif
3.
Lembaga
pendidikan islam bersifat responsif dan fleksibel
4.
Lembaga
pendidikan islam bersifat terbuka
5.
Lembaga
pendidikan islam berbasis pada masyarakat
6.
Lembaga
pendidikan islam bersifat religius
F. Tanggung
Jawab Lembaga Pendidikan Islam
Sebelum
memasuki siapa yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan
islam, lebih baik kita melihat pendapat para ahli dalam merumuskan hal
tersebut.
Seorang ahli filsafat, antropologi,
dan fenomenologi bernama Langeveld menyatakan bahwa yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pendidikan adalah:
1.
Lembaga keluarga yang mempunyai
wewenang bersifat kodrati
2.
Lembaga negara yang mempunyai wewenang
berdasarkan undang-undang
3.
Lembaga gereja yang mempunyai
wewenang berasal dari amanat Tuhan
Islam juga mengajarkan untuk amar ma’ruf dan nahi munkar terhadap lingkungan sekitarnya. Ajaran ini
berimplikasikan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, yang
mencakup tanggung jawab keluarga, sekolah, pemerintah, dan lingkungan sosial.
Dari uraian tersebut, dapat disusun lembaga-lembaga pendidikan islam menurut
hierarkinya, baik hierarki dalam aspek historis maupun perkembangan pola dan sistem
yang digunakan.[12][12]
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan
sebagai usaha normatif, maka tujuannya pun normatif (Abdurrahman Getteng,
1996:14). Oleh karena itu berbicara tentang tujuan pendidikan, baik pendidikan
Islam maupun pendidikan lainnya, para ahli membagi dengan pembagian yang
berbeda. Langevel misalnya, sebagaimana yang dikutip oleh Mappanganro, bahwa
tujuan pendidikan diklasifikasikan kedalam enam bagian yaitu: 1) Tujuan umum 2)
tujuan khusus 3) tujuan seketika 4) tujuan sementara 5) tujuan tidak lengkap,
dan 6) tujuan perantara (Mappanganro, 1987 : 107).
Dilihat
dari ilmu pendidikan teoretis, tujuan pendidikan ditempuh secara bertingkat,
misalnya tujuan intermediair (sementara atau antara), yang dijadikan batas
sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat
tertentu, untuk mencapai tujuan akhir.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam adalah pada hakikatnya merupakan realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah Swt., lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan Islam telah disusun oleh para ulama dan ahli pendidikan Islam dari semua golongan dan mazhab dalam Islam.
Pendidikan Islam berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam berlaku seumur hidup untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan, serta memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan Islam yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaannya supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bahkan pendidikan dalam bentuk formal. Sebagaimana Rumusan Hasil Keputusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor. Pada saat itu berkumpullah ulama ahli pendidikan Islam dari semua lapisan masyarakat Islam dan telah berhasil merumuskan tujuan pendidikan Islam yakni tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian dan berbudi pekerti luhur menurut ajaran Islam. Tujuan tersebut ditetapkan berdasarkan atas pengertian bahwa “Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan ruhani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam (M. Arifin, 1994 : 41).
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam adalah pada hakikatnya merupakan realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah Swt., lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan Islam telah disusun oleh para ulama dan ahli pendidikan Islam dari semua golongan dan mazhab dalam Islam.
Pendidikan Islam berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam berlaku seumur hidup untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan, serta memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan Islam yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaannya supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bahkan pendidikan dalam bentuk formal. Sebagaimana Rumusan Hasil Keputusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor. Pada saat itu berkumpullah ulama ahli pendidikan Islam dari semua lapisan masyarakat Islam dan telah berhasil merumuskan tujuan pendidikan Islam yakni tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian dan berbudi pekerti luhur menurut ajaran Islam. Tujuan tersebut ditetapkan berdasarkan atas pengertian bahwa “Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan ruhani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam (M. Arifin, 1994 : 41).
Rumusan
lain tentang tujuan pendidikan Islam oleh Oemar al-Toumy al-Syaibany sebagai
berikut: “Tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diinginkan dan
diusahakan dalam proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya,
baik tingkah laku individu dari kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat
serta pada alam sekitar di mana individu itu hidup atau pada proses pendidikan
itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu tindakan kegiatan asasi dan
sebagai proporsi di antara profesi asasi dalam masyarakat” (Arifin : 42).
Tujuan-tujuan tersebut dapat paralel dan dapat pula pada urutan satu garis (linier) dalam hal ini, terdapat tujuan yang dekat, lebih jauh atau dalam istilah lain terdapat beberapa tujuan sementara atau tujuan akhir pendidikan Islam. Fungsi dari pendidikan Islam adalah memelihara arah usaha itu dan mengakhiri setelah tujuan itu tercapai. Fungsi tujuan sementara ialah membantu memelihara arah usaha dan menjadikan titik berpijak untuk mencapai tujuan-tujuan lebih lanjut dari tujuan akhir. Pendidikan Islam ialah usaha yang bertujuan banyak dalam urutan satu garis (linier), sebelum mencapai tujuan akhir, pendidikan Islam lebih dahulu mencapai beberapa tujuan sementara (Ahmad D. Marimba, 1981 : 46).
Tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim. Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kehidupan manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriahnya, dengan kata lain perilaku lahiriah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal memacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan.
Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan yang sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang digariskan Alquran. Ibnu Khaldun mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Ramayulis bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua tujuan. Pertama tujuan keagamaan, maksudnya beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan ke atasnya. Kedua, tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup (Ramayulis, 1994:25-26). Demikian pula Abdullah Fayad menyatakan bahwa pendidikan Islam mengarah pada dua tujuan. Pertama, persiapan untuk hidup akhirat; kedua, membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesan hidup di dunia (Ramayulis: 26-27). Semua rumusan tujuan yang dikemukakan di atas sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Tujuan-tujuan tersebut dapat paralel dan dapat pula pada urutan satu garis (linier) dalam hal ini, terdapat tujuan yang dekat, lebih jauh atau dalam istilah lain terdapat beberapa tujuan sementara atau tujuan akhir pendidikan Islam. Fungsi dari pendidikan Islam adalah memelihara arah usaha itu dan mengakhiri setelah tujuan itu tercapai. Fungsi tujuan sementara ialah membantu memelihara arah usaha dan menjadikan titik berpijak untuk mencapai tujuan-tujuan lebih lanjut dari tujuan akhir. Pendidikan Islam ialah usaha yang bertujuan banyak dalam urutan satu garis (linier), sebelum mencapai tujuan akhir, pendidikan Islam lebih dahulu mencapai beberapa tujuan sementara (Ahmad D. Marimba, 1981 : 46).
Tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim. Bila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kehidupan manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriahnya, dengan kata lain perilaku lahiriah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal memacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan.
Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan yang sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang digariskan Alquran. Ibnu Khaldun mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Ramayulis bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua tujuan. Pertama tujuan keagamaan, maksudnya beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan ke atasnya. Kedua, tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup (Ramayulis, 1994:25-26). Demikian pula Abdullah Fayad menyatakan bahwa pendidikan Islam mengarah pada dua tujuan. Pertama, persiapan untuk hidup akhirat; kedua, membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesan hidup di dunia (Ramayulis: 26-27). Semua rumusan tujuan yang dikemukakan di atas sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Tujuan
pendidikan Islam adalah mengandung tentang nilai-nilai ideal yang bercorak
Islami. Hal ini mengandung bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah: Tujuan
merealisasikan idealitas Islami. Sedangkan idealitas Islami itu sendiri pada
hakikatnya mengandung nilai perilaku manusia yang disadari atau dijiwai oleh
iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan yang ditaati (Arifin, 1994
: 119). Selanjutnya al-Gazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang
paling utama ialah beribadah dan taqarrub kepada Allah Swt., dari kesempurnaan
insani yang tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat (Ramayulis : 26). Selain
dari pandangan yang dikemukakan oleh al-Gazali tentang tujuan pendidikan Islam.
Al-Gazali merumuskan tujuan umum pendidikan Islam kedalam lima pokok: 1.
Membentuk akhlak yang mulia (al-fadhilah); 2. Persiapan untuk dunia dan
akhirat; 3. Persiapan untuk mencari rezki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya.
Keterpaduan antara agama dan ilmu akan dapat membawa manusia kepada
kesempurnaan; 4. Menumbuhkan ruh ilmiah para pelajar dan memenuhi keinginan
untuk mengetahui serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai
ilmu; 5. Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia mudah
mencari rezki (Ramayulis). Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pendidikan adalah
salah satu faktor determinan dalam pendidikan pada umumnya. Secara khusus dalam
pendidikan Islam, yang menjadi tujuan utama adalah terbentuknya akhlak yang
mulia (akhlak al-karimah).
Berbagai aspek yang harus dilihat dalam rangka penetapan dan pemantapan tujuan pendidikan tersebut termasuk pendidikan Islam. Aspek-aspek yang dimaksud adalah berkaitan dengan berbagai hal yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan subjek dan objek didik. Sebagai titik akhir yang ingin dicapai adalah kesempurnaan jiwa manusia. Kesempurnaan jiwa diasumsikan sebagai suatu capaian yang harus diraih oleh segenap usaha manusia. Oleh karenanya perangkat pendidikan yang direkayasa senantiasa mencerminkan daya dukungnya terhadap tujuan itu.
Berbagai aspek yang harus dilihat dalam rangka penetapan dan pemantapan tujuan pendidikan tersebut termasuk pendidikan Islam. Aspek-aspek yang dimaksud adalah berkaitan dengan berbagai hal yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan subjek dan objek didik. Sebagai titik akhir yang ingin dicapai adalah kesempurnaan jiwa manusia. Kesempurnaan jiwa diasumsikan sebagai suatu capaian yang harus diraih oleh segenap usaha manusia. Oleh karenanya perangkat pendidikan yang direkayasa senantiasa mencerminkan daya dukungnya terhadap tujuan itu.
Dengan
kondisi ideal seperti itu menurut para ahli pendidikan Islam, manusia harus
diarahkan ke arah pencapaian kualitas tertentu yang dapat digunakannya dalam
kehidupan ini. Berbagai penelitian yang telah dikemukakan untuk mengkaji
sekitar tujuan umum pendidikan Islam yang bersumber dari kenyataan-kenyataan
serta pemikiran-pemikiran yang berkembang sekitar pendidikan Islam.
AR.
Nahlawi, menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah: 1) meningkatkan
kemampuan akal dan menumbuhkan pikiran, 2) menumbuhkan potensi-potensi bakat
yang dibawa sejak lahir, 3) mengembangkan potensi generasi muda, dan 4) menjaga
keseimbangan potensi dan bakat manusia. Akal merupakan anugrah pemberian Tuhan
yang dikhususkan kepada manusia sebagai jenis makhluk yang mengembang tugas
berat dan mulia. Oleh karena pengembangan akal manusia harus menjadi prioritas
dalam tujuan pendidikan (AR. Nahlawi, 1865 : 67).
Hal
tersebut dapat dikomentari bahwa pakar tersebut menekankan lebih banyak kepada
peranan akal dalam kehidupan manusia. Fungsi akal yang dimanifestasikan lewat
kemampuan berpikir dapat menjadi sarana untuk memecahkan berbagai masalah
kehidupan. Demikian juga dapat mengembangkan potensi berupa bakat yang ada
dalam diri setiap orang.
Lain halnya dengan al-Jamali mengemukakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan Islam hendaknya diambil dari Alquran sebagaimana telah disebutkan beberapa tujuan dimaksud adalah: 1) Menyadarkan manusia tentang posisinya di antara makhluk yang lain, 2) Memperkenalkan tanggung jawab yang diemban oleh manusia dalam kehidupan diri dan sosialnya, 3) Mendalami hikmah penciptaan makhluk lain berupa alam dan segala isinya yang digunakan oleh dan untuk kepentingan manusia, 4) Memperkenalkan keagungan pencipta alam raya ini (Nahlawi : 62).
Lain halnya dengan al-Jamali mengemukakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan Islam hendaknya diambil dari Alquran sebagaimana telah disebutkan beberapa tujuan dimaksud adalah: 1) Menyadarkan manusia tentang posisinya di antara makhluk yang lain, 2) Memperkenalkan tanggung jawab yang diemban oleh manusia dalam kehidupan diri dan sosialnya, 3) Mendalami hikmah penciptaan makhluk lain berupa alam dan segala isinya yang digunakan oleh dan untuk kepentingan manusia, 4) Memperkenalkan keagungan pencipta alam raya ini (Nahlawi : 62).
Dari
gambaran tujuan yang dirumuskan oleh Nahlawi tersebut tampaknya dapat didekati
dengan pemahaman yang berdimensi internal. Bahwa dalam diri manusia harus
ditumbuhkan keadaan yang mendalam tentang berbagai hal, baik yang menyangkut
eksistensinya maupun tanggung jawabnya secara hakiki. Bahkan sebagai makhluk
Tuhan, manusia perlu memiliki suatu pandangan yang benar tentang akidah dan
keyakinan kepada Allah Sang Maha Pencipta yang dapat didekati lewat
atribut-atribut alamiah yang mudah dipahami.
Jika dipelajari karya-karya al-Gazali tentang pendidikan dan pengajaran, akan ditemukan dua tujuan pendidikan yang hendak dicapai, yakni; 1) Kesempurnaan manusia, yang puncaknya adalah kedekatan dengan Allah, dan 2) Kesempatan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1964 : 12).
Berdasarkan tujuan tersebut tampaknya al-Gazali melakukan upaya dan menjabarkannya dalam berbagai bentuk pengajaran yang menurutnya dapat dan mampu mendekati puncak pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Jika dipelajari karya-karya al-Gazali tentang pendidikan dan pengajaran, akan ditemukan dua tujuan pendidikan yang hendak dicapai, yakni; 1) Kesempurnaan manusia, yang puncaknya adalah kedekatan dengan Allah, dan 2) Kesempatan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1964 : 12).
Berdasarkan tujuan tersebut tampaknya al-Gazali melakukan upaya dan menjabarkannya dalam berbagai bentuk pengajaran yang menurutnya dapat dan mampu mendekati puncak pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Dari
pandangan di atas dapat dipahami sebagaisuatu kebulatan yang pada dasarnya
tidak bertentangan satu sama lain. Mereka saling melengkapi guna mendapatkan
rumusan tujuan ideal yang hendak dicapai oleh segenap usaha dan proses
pendidikan Islam. Rumusan tersebut bila dicermati, berakar dari
petunjuk-petunjuk Alquran serta berakar pada pengalaman historis dalam
pelaksanaan pendidikan Islam hingga kini.
Dengan memperhatikan kerangka tujuan yang dikutip di atas, juga tergambar secara umum bahwa sistem pendidikan Islam memiliki ciri khas yakni dengan warna religius serta dilengkapi dengankerangka etis tanpa mengenyampingkan kepentingan-kepentingan duniawi. Apabila ditelusuri lebih jauh tentang kecenderungan al-Gazali dalam praktek dan proses pendidikan yang dilakukannya, tampak dengan jelas adanya aksentuasi ke arah bidang ruhani sebagai konsekuensi dari pandangan dalam bidang filsafat dan sufistik. Penjelasan Fathiyah Hasan tersebut menyimpulkan bahwa al-Gazali sebenarnya memiliki tujuan hakiki yakni mencapai kesempurnaan manusia dunia dan akhirat (Hasan Sulaiman : 20).
Dari berbagai macam tujuan pendidikan dikemukakan di atas kita dapat mengambil kesimpulan kepada dua macamkesimpulan yang prinsipil yaitu:
Dengan memperhatikan kerangka tujuan yang dikutip di atas, juga tergambar secara umum bahwa sistem pendidikan Islam memiliki ciri khas yakni dengan warna religius serta dilengkapi dengankerangka etis tanpa mengenyampingkan kepentingan-kepentingan duniawi. Apabila ditelusuri lebih jauh tentang kecenderungan al-Gazali dalam praktek dan proses pendidikan yang dilakukannya, tampak dengan jelas adanya aksentuasi ke arah bidang ruhani sebagai konsekuensi dari pandangan dalam bidang filsafat dan sufistik. Penjelasan Fathiyah Hasan tersebut menyimpulkan bahwa al-Gazali sebenarnya memiliki tujuan hakiki yakni mencapai kesempurnaan manusia dunia dan akhirat (Hasan Sulaiman : 20).
Dari berbagai macam tujuan pendidikan dikemukakan di atas kita dapat mengambil kesimpulan kepada dua macamkesimpulan yang prinsipil yaitu:
1.
Tujuan Keagamaan
Yang dimaksud dengan tujuan keagamaan ini adalah
bahwa setiap pribadi orang muslim beramal untuk akhirat atas petunjuk dan ilham
keagamaan yang benar, yang tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam
yang bersih dan suci. Tujuan keagamaan mempertemukan diri pribadi terhadap
Tuhannya melalui kitab-kitab suci yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban,
sunat dan yang fardhu bagi seorang mukallaf.
Tujuan
ini menurut pandangan pendidikan Islam dan para pendidik muslim mengandung
esensi yang sangat penting dalam kaitannya dengan pembinaan kepribadian
individual ; diibaratkan sebagai anggota masyarakat yang harus hidup di
dalamnya dengan banyak berbuat dan bekerja untuk membina sebuah gedung yang
kokoh dan kuat. Di sini tampak jelas tentang pentingnya tujuan pendidikan ini,
karena sebenarnya agama itu sendiri mempunyai hubungan yang erat dengan
berbagai aspek pendidikan kejiwaan dan pendidikan kebudayaan secara ilmiyah dan
falsafiyah. Maka dari itu agama mengarahkan tujuannya pada pencapaian makrifat
tentang kebenaran yang haq, yaitu Allah Swt.
Di samping itu tujuan keagamaan juga mengandung makna yang lebih luas yakni suatu petunjuk jalan yang benar di mana setiap pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas sepanjang hayatnya, dan juga masyarakat manusia berjalan secara manusiawi (Ali al-Jumbulati, 2002 : 37).
Di samping itu tujuan keagamaan juga mengandung makna yang lebih luas yakni suatu petunjuk jalan yang benar di mana setiap pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas sepanjang hayatnya, dan juga masyarakat manusia berjalan secara manusiawi (Ali al-Jumbulati, 2002 : 37).
Dengan
demikian agama sebenarnya memberikan berbagai topik pembahasan, di antaranya
yang paling essensial ialah pembahasan dari sudut falsafah, misalnya agama berusaha
memberikan analisis yang benar terhadap permasalahan wujud alam semesta dan
tujuannya, dan agama menetapkan garis dan menjelaskan kepada kita jalan
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Tentang kehidupan di akhirat
filsafat juga berusaha menganalisis problem-problemnya.
2. Tujuan Keduniaan
2. Tujuan Keduniaan
Tujuan
ini seperti yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan modern saat ini yang
diarahklan kepada pekerjaan yang berguna (pragmatis) atau untuk mempersiapkan
anak menghadapi kehidupan masa depan. Tujuan ini diperkuat oleh aliran paham
pragmatisme yang dipelopori oleh ahli filsafat John Dewey dan William
Kilpatrick. Para ahli filsafat pendidikan pragmatisme lebih mengarahkan
pendidikan anak kepada gerakan amaliah (keterampilan) yang bermanfaat dalam
pendidikan.
Dari
ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah
kesempurnaan ruh (jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan
manusia dalam perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah. Dengan demikian,
maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam pada dasarnya memperoleh
tujuan ideal guna mengantarkan dan mengarahkan manusia dalam upaya memantapkan
dan menjaga kesucian jiwanya. Dapat pula dikatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang ideal
menurut ajaran Islam yakni, meliputi aspek-aspek individual, sosial dan aspek
intelektual. Semua aspek itu adalah sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang
muslim yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt. sesuai tuntunan
Alquran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar