Hakikat, komponen, Fungsi, Tujuan, dan Landasan Pendidikan
HAKIKAT PENDIDIKAN
Hakikat pendidikan diartikan sebagai
kupasan secara konseptual terhadap kenyataan-kenyataan kehidupan manusia baik
disadari maupun tidak disadari manusia telah melaksanakan pendidikan mulai dari
keberadaan manusia pada zaman primitif sampai zaman modern (masa
kini), bahkan selama masih ada kehidupan manusia di dunia, pendidikan akan
tetap berlangsung. Kesadaran akan konsep tersebut diatas menunjukkan bahwa
pendidikan sebagai gejala kebudayaan. Artinya sebagai pertanda bahwa
manusia sebagai makluk budaya yang salah satu tugas kebudayaan itu tampak pada
proses pendidikan (Syaifullah,1981).
Maka pembahasan tentang hakikat
pendidikan merupakan tinjauan yang menyeluruh dari segi kehidupan manusia yang
menampakkan konsep-konsep pendidikan. Karena itu pembahasan hakikat pendidikan
meliputi pengertian-pengertian: pendidikan dan ilmu pendidikan, pendidikan dan
sekolah, dan pendidikan sebagai aktifitas sepanjang hayat. Komponen-komponen
pendidikan yang meliputi: tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, kurikulum
dan metode pembelajaran.
PENGERTIAN
KOMPONEN PENDIDIKAN
Komponen
adalah bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen
pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan
berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat
diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan
keberadaan komponen-komponen tersebut.
KOMPONEN PENDIDIKAN
Komponen-komponen yang
memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik,
komponen-komponen itu yakni:
1) Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada
tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai
pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh
sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan
normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau
ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh
manusia.
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah,1981).
Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan perantara. Pembagian jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit tujuan yang ingin dicapai.
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah,1981).
Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan perantara. Pembagian jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit tujuan yang ingin dicapai.
Urutan hirarkhis tujuan
pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari :
1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945),
2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
3) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
4) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan
5) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945),
2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
3) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
4) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan
5) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Dengan demikian tampak
keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran
dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah
hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
2) Peserta Didik
Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah
saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang
mengasumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka
sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
Mendasarkan pada pemikiran tersebut di atas maka pembahasan peserta didik
seharusnya bermuara pada dua hal tersebut di atas.
Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut:
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut:
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan
beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan.
Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ? Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak didik.
Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ? Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak didik.
3) Pendidik
Pendidik
adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik. Maka muncullah beberapa individu yang
tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah,
orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat
baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep
pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah:
a.
Orang dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh
sifat umum kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah
adalah sebagai berikut :
1) manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap
2) manusia yang
telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik
3) manusia yang
cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri.
4) manusia yang
telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif
5) manusia yang telah mencapai umur kronologis paling rendah 18 tahun.
6) manusia berbudi luhur dan berbadan sehat
7) manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga
8) manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
b.
Orang tua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan
pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai
pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi
keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.Secara umum
dapat dikatakan bahwa semua orang tua adalah pendidik, namun tidak semua orang tua
mampu melaksanakan pendidikan dengan baik. sehingga kemampuan untuk menjadi orang tua sama sekali tidak sejajar dengan
kemampuan untuk mendidik.
c.
Guru/pendidik
Guru sebagai pendidik di sekolah yang
secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau
masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai
pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi
maupun persyaratan jabatan.
Persyaratan pribadi didasarkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai
dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional.
Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik
yang berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan maupun cara
penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggung jawabkan.
d.
Pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan
Selain orang dewasa, orang tua dan guru,
pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran
pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam
mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin
keagamaan sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan
sifat kerohanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
4) Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
Proses
pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara komponen-komponen
pendidikan. Terutama interaksi antara pendidik dan anak didik. Interaksi
pendidik dengan anak didik bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang dilakukan
pendidik dalam interaksi tersebut mungkin berupa tindakan berdasarkan
kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan metode pendidikan
Pendidikan
berdasarkan kewibawaan dapat dicontohkan dalam peristiwa pengajaran dimana
seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara beberapa murid membuat
suatu yang menyebabkan terganggunya jalan pengajaran. Kemudian guru tersebut
memberikan peringatan atau menegur, maka beliau ini telah melaksanakan tindakan berdasarkan kewibawaan. Dengan demikian
tindakan berdasarkan kewibawaan yaitu bersumber dari orang dewasa sebagai
pendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan kesusilaan, sosial dan
lain-lain) (Syaifullah,1982).
Alat pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan
ataupun diadakan oleh pendidik yang bertujuan untuk melaksanakan tugas mendidik
Penggunaan alat pendidikan itu bukan hanya soal teknis, melainkan mempunyai
sangkut paut yang erat sekali dengan pribadi yang menggunakan alat tersebut.
Pendidik yang menggunakan alat itu hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan
tujuan yang teerkandung dalam alat itu. Penggunaan dan pelaksanaan alat itu
hendaknya betul-betul timbul atau terbit dari pribadi yang menggunakan alat itu (pendidik). Adapun alat pendidikan itu seperti nasihat, teguran, hukuman, ganjaran, dan perintah.
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana pendidikan
dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik yaitu
metode diktatoral metode liberal dan metode demokratis (Suwarno, 1981). Metode
diktatoral bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembagan
manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar manusia, sehingga pendidikan
bersifat maha kuasa. Sikap ini menimbulkan sikap diktator dan otoriter,
pendidik yang menentukan segalanya.
Metode
liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam
yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan
sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan
anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas atau
liberal.
Metode
demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan
manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di dalam
perkembangan anak kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus
bersifat membimbing perkembangan anak. Di sini tampak bahwa pendidik dan anak
didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Ki
Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode
demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa, ing ngarsa asung
tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang,
kadang-kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang
harus didepan untuk memberi contoh atau tauladan.
5) Isi Pendidikan
Isi
pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai
tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan
pembelajaran yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal.
Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama., pendidikan
moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan intelektual,
pendidikan keterampilan dan pendidikan jasmani.
6) Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan merupakan
suatu tempat di mana suatu pendidikan dilaksanakan. Lingkungan pendidikan
meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Lingkungan pendidikan dapat
dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan
kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial anthropologis,
lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan iklim geographis.
HUBUNGAN
TIMBAL BALIK ANTAR KOMPONEN PENDIDIKAN
Keseluruhan komponen-komponen Pendidikan diatas merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Input mentah (raw input), yaitu peserta didik, Input alat (instrumental input) seperti: kurikulum, pendidik, input lingkungan (environmental input) seperti: keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat dll. yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses pendidikan.Sehingga dalam pencapaian tujuan pendidikan secara optimal dapat ditempuh melalui proses berkomunikasi yang intensif.
Keseluruhan komponen-komponen Pendidikan diatas merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Input mentah (raw input), yaitu peserta didik, Input alat (instrumental input) seperti: kurikulum, pendidik, input lingkungan (environmental input) seperti: keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat dll. yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses pendidikan.Sehingga dalam pencapaian tujuan pendidikan secara optimal dapat ditempuh melalui proses berkomunikasi yang intensif.
Fungsi Pendidikan
Dalam
membahas fungsi pendidikan ini akandifokuskan pada tioga fungsi pokok daripendidikan,
yakni : pendidikan sebagai penegaknilai, pendidikan sebagai sarana pengembang
masyarakat, dan pendidikan sebagai upaya pengembangan potensi manusia. Penjabaran
dari tiga fungsi pendidikan adalah sebagai berikut :
1.
Pendidikan sebagai
penegak nilai
Pendidikan
mempunyai peran yang amat penting dalam kaitan dengan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat. Pendidikan merupakan penegak nilai dalam masyarakat. Hal
tersebut berarti bahwa pendidikan memelihara serta menjaga tetap lestarinya
nilai-nilai tersebut dalam masyarrakat. Untuk memelihara dan menjaga
nilai-nilai ini dengan sendirinya dunia pendidikan harus selektif sehingga
tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Masyarakat dapat melaksanakan
kehidupannya secara tenang sesuai dengan keyakinan masing-masing. Dengan
demikian nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tetap menjadi landasan bagi
setiap anggota masyarakat.
2.
Pendidikan sebagai
sarana pengembang masyarakat
Pendidikan
dalam suatu masyarakat akan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
masyarakat yang bersangkutan. Kiprah pendidikan tersebut sangat tergantung pada
seberapa aktif dan kreatif para pendidik dalam masyarakat tersebut. Dalam hal
ini biasanya para tokoh masyarakat, para guru dan para pendidik lain merupakan
motor penggerak serta kemajuan masyarakat yang bersangkutan.
3.
Pendidikan sebagai
upaya pengembangan potensi manusia
Melalui
pendidikan, diharapkan dalam potensi dalam diri individu akan lebih berkembang.
Sehingga dengan hal ini perkembangan dalam masyarakat akan terus mengarah yang
lebih baik dan tercipta generasi-generasi penerus yang lebih handal.
Pengembangan kemampuan anggota masyarakat dalam menyiapkan generasi penerus
merupakan tugas dan fungsi pendidikan yang paling menonjol.
TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan Pendidikan (Kemdiknas):
"Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Pada periode 2010-2014, Kementerian
Pendidikan Nasional menetapkan visi terselenggaranya layanan prima pendidikan
nasional untuk membentuk insan indonesia cerdas komprehensif. Insan Indonesia
cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas emosional,
cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.Untuk mewujudkan visi
tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan lima misi yang biasa
disebut lima (5) K, yaitu; ketersediaan layanan pendidikan; keterjangkauan
layanan pendidikan; kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; kesetaraan
memperoleh layanan pendidikan; kepastian/keterjaminan memperoleh layanan
pendidikan.
LANDASAN PENDIDIKAN
Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui. Dalam pernyataan di atas tersurat dan tersirat bahwa pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan karena itu mesti dapat dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan hal diatas, praktek pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan secara didasari dan terencana. Artinya, praktek pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara pelaksanaannya.Implikasinya, dalam rangka pendidikan mesti terdapat momen berpikir dan momen bertindak, mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Sebelum melaksanakan prakterk pendidikan, diantaranya mengenai landasan-landasannya. Sebab, landasan pendidikan akan menjadi titik tolak praktek pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara pendidikan. dst. Dengan demikian praktek pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul akan dapat dipertanggungjawabkan.
Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui. Dalam pernyataan di atas tersurat dan tersirat bahwa pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan karena itu mesti dapat dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan hal diatas, praktek pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan secara didasari dan terencana. Artinya, praktek pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara pelaksanaannya.Implikasinya, dalam rangka pendidikan mesti terdapat momen berpikir dan momen bertindak, mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Sebelum melaksanakan prakterk pendidikan, diantaranya mengenai landasan-landasannya. Sebab, landasan pendidikan akan menjadi titik tolak praktek pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara pendidikan. dst. Dengan demikian praktek pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul akan dapat dipertanggungjawabkan.
A. Pengertian
Landasan Pendidikan
Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus besar bahasa Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut sifat wujudnya dapat dibedakan dua jenis landasan yaitu :
Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus besar bahasa Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut sifat wujudnya dapat dibedakan dua jenis landasan yaitu :
1.
landasan yang bersifat material
Contoh landasan yang bersifat material antara
lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung
2. landasan yang bersifat konseptual.
Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual
antara lain berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI
Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan
asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan
yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir
(melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu
praktek).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak
dalam rangka pendidikan. Sebagaimana telah kita pahami, dalam pendidikan mesti
terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.
B. Jenis-jenis Landasan Pendidikan
Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan dari berbagai sumber, dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu dan hukum atau yuridis. Jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan dikelompokan menjadi :
Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan dari berbagai sumber, dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu dan hukum atau yuridis. Jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan dikelompokan menjadi :
1) landasan religious pendidikan
Landasan
Religius Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama yang
dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: Carilah ilmu sejak dari
buaian hingga masuk liang lahat/meninggal dunia.”Menuntut ilmu adalah fardhlu
bagi setiap muslim.” (hadist). Implikasinya, bagi setiap muslim bahwa belajar
atau melaksanakan pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu kewajiban.
2) landasan filosofis
pendidikan
Landasan
filosofis Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang
dijadikan titik tolak dalam pendidikan
3) landasan ilmiah
pendidikan
Landasan
ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu
tertentu yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
4) landasan
hukum/yuridis pendidikan.
Landasan
Hukum/Yuridis Pendidikan, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan
perundanganan yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Contoh. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dsb.
Landasan
psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah
psikologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.”Setiap individu
mengalami perkembangan secara bertahap, dan pada setiap tahap perkembangannya
setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
diselesaikannya.”Implikasinya, pendidikan mesti dilaksanakan secara bertahap,
tujuan dari isi pendidikan mesti disesuaikan dengan tahapan dan tugas
perkembangan individu/peserta didik.
Landasan Sosiologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.” Di dalam masyarakat yang menganut stratifikasi social terbuka terdapat peluang besar untuk terjadinya mobilitas social. Adapun fakta yang memungkinkan terjadinya mobilitas social itu antara lain bakat dan pendidikan.”Implikasinya, para orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak-anaknya.
landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: sistem mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). mengimplikasikan perlu diberlakukan kurikulum muatan lokal.
Landasan historis pendidikan adalah asumsi-asumsi pendidikan yang bersumber dari konsep dan praktek pendidikan masa lampau (sejarah) yang dijadikan titik tolak perkembangan pendidikan masa kini dan masa datang. Contoh ‘Semboyan “tut wuru handayani”. sebagai salah satu peranan yang harus dilaksanakan oleh para pendidik, dan dijadikan semboyan pada logi Depdiknas, adalah semboyan dari Ki Hadjar Dewantara (Pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1992 di Yogyakarta) yang disetujui hingga masa kini dan untuk masa datang karena dinilai berharga.
Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan umumnya bersumber dari hasil riset ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan pendidikan deskriptif disebut juga sebagai landasan ilmiah atau landasan pendidikan factual pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan antara lain meliputi ; landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologi pendidikan, landasan antropologi pendidikan, dsb.
Landasan Sosiologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.” Di dalam masyarakat yang menganut stratifikasi social terbuka terdapat peluang besar untuk terjadinya mobilitas social. Adapun fakta yang memungkinkan terjadinya mobilitas social itu antara lain bakat dan pendidikan.”Implikasinya, para orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak-anaknya.
landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: sistem mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). mengimplikasikan perlu diberlakukan kurikulum muatan lokal.
Landasan historis pendidikan adalah asumsi-asumsi pendidikan yang bersumber dari konsep dan praktek pendidikan masa lampau (sejarah) yang dijadikan titik tolak perkembangan pendidikan masa kini dan masa datang. Contoh ‘Semboyan “tut wuru handayani”. sebagai salah satu peranan yang harus dilaksanakan oleh para pendidik, dan dijadikan semboyan pada logi Depdiknas, adalah semboyan dari Ki Hadjar Dewantara (Pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1992 di Yogyakarta) yang disetujui hingga masa kini dan untuk masa datang karena dinilai berharga.
Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan umumnya bersumber dari hasil riset ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan pendidikan deskriptif disebut juga sebagai landasan ilmiah atau landasan pendidikan factual pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan antara lain meliputi ; landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologi pendidikan, landasan antropologi pendidikan, dsb.
C. Fungsi Landasan Pendidikan
Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dst. Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dst. Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar