Minggu, 03 Januari 2016

KONSEPDASAR PEMBELAJARAN



KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang tak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Jika ada proses belajar, maka disitu ada pembelajaran. Dan jika ada pembelajaran berarti disitu ada proses belajar. Begitu seterusnya, saling terkait, tak dapat berdiri sendiri- sendiri.
Perbedaan belajar dan pembelajaran terletak pada penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan pada siswa dan proses yang menyertai dalam rangkan perubahan tingkah lakunya. Ada pun pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upayanya untuk membuat siswa dapat belajar
. Belajar merupakan suatu proses. Sebagai calon guru, terkadang kita lupa akan hal tersebut sehingga bisa saja kita terlalu memaksakan pada anak didik kita. Apalagi, guru-guru yang sebelumnya tidak memiliki basis pendidikan keguruan. Terkadang guru-guru seperti itu tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tentunya pencapaian hasil belajar peserta peserta didik tidak mencapai level yang semula diharapkan . Berdasarkan dari uraian di atas,pemahaman mengenai konsep dasar mengajar, konsep mengajar serta konsep pembelajaran perlu untuk guru ataupun calon guru yang akan mempengaruhi hasil pembelajaran dan perlu dipahami agar nantinya kita menjadi calon-calon guru yang baik yang baik dan berkualitas. Guru yang berkualitas akan menghasilkan anak didik yang berkualitas juga. Anak didik yang berkualitas akan dapat menjadikan bangsa ini berkualitas serta mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Berdasarkan beberapa hal tersebut, disusunlah makalah ini yang berjudul “Konsep Dasar Pembelajaran”.



1
B. 
2
 
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, diperoleh beberapa rumusan masalah yaitu:
1.      Bagaimana konsep dasar belajar ?
2.      Bagaimana konsep dari mengajar ?
3.      Bagaimana konsep dari pembelajaran ?
4.      Bagaimana ciri-ciri dari belajar ?
5.      Bagaimana ciri-ciri dari pembelajaran ?
6.      Apa sajakah teori-teori belajar ?

C.      Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, diperoleh beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.      Menjelaskan konsep dasar belajar.
2.      Menjelaskan mengajar.
3.      Menjelaskan konsep pembelajaran.
4.      Menjelaskan ciri-ciri belajar.
5.      Menjelaskan ciri-ciri pembelajaran.
6.      Menjelaskan teori-teori belajar.











BAB II
PEMBAHASAN

E.Teori-teori Belajar
            Dalam sejarah perkembangan psikologi, kita mengenal beberapa aliran psikologi. Tiap aliran psikologi tersebut memiliki pandangan sendiri-sendiri tentang belajar. Pandangan-pandangan itu umumnya berbeda satu sama lain dengan alasan-alasan tersendiri. Dalam uraian ini, kita akan meninjau beberapa aliran psikologi dalam hubungannya dengan teori belajar, yaitu (Hamalik. 2004: 34-42) :
1.      Teori Psikologi Klasik tentang Belajar
Menurut teori ini, manusia terdiri dari jiwa (mind) dan badan (body) atau zat (matter). Jiwa dan zat ini berbeda satu sama lain. Bada adalah suatu objek yang sampai ke alat indra, sedangkan jiwa adalah suatu realita yang nonmateriil, yang ada di dalam badan, yang berfikir, merasa, berkeinginan dan mengontrol kegiatan badan. Zat sifatnya terbatas dan bukan suatu keseluruhan realita, melainkan berkenaan dengan proses-proses materiil, yang terikat pada hukum-hukum mekanis. Sedangkan jiwa merupakan fakta-fakta tersendiri, seperti rasa sakit, frustasi , aspirasi, apresiasi, tujuan dan kehendak, itu semua bukan hasil daripada zat, tetapi mempunyai sumber tersendiri dalam realita yang berbeda, yang mempunyai hak berbicara dan relatif ia bebas dari hukum-hukum mekanis. Realita ini disebut mind substansi.
Jiwa merupakan suatu substansi artinya merupakan satu kesatuan tersendiri, beroperasi secara bebas dari zat merupakan jiwa yang hidup (living soul), mempunyai kekuatan untuk berinisiatif, dapat menemukan hukum hukum alam dan menguasainya. Jiwa bersifat permanen, dalam arti tidak dapat melepaskan dari zat, bahkan dapat menstimulir proses zat itu, sehingga menghasilkan pengalaman-pengalaman baru. Jiwa dapat mengakibatkan sistem saraf memperkaya pengalaman. Pengalaman bergantung pada mind substansi. Dalam hal ini, konsepsi yang di peroleh secara langsung berasal dari dunia luar melalui sense of experience. Konsepsi itu merupakan abstraksi dari empiris (John Locke).
Selain dari itu, ada juga pengetahuan kita yang tidak bersumber dari pengalaman, misalnya pengertian tentang ruang dan waktu. Hal ini bersifat transenden seperti sesuatu yang absolut. Tuhan yang tak terbatas, namun kita yakin berdasarkan hasil pemikiran bahwa hal hal itu tidak ada sesuatu yang menyebabkannnya, sesuatu yang tak terbatas. Pemikiran semacam itu disebut rational knowlodge. Konsepsi demikian adalah suatu konstruksi dari jiwa itu, yang merupakan hasil aktivitas yang kreatif.
Jadi, konsepsi-konsepsi ada yang diperoleh dari aktifitas kreatif (rational knowledge) yang murni dan ada pula yang berasal dari empiri (sense of experience). Menurut teori ini, hakikat belajar adalah all learning is a process of developing or training of mind. Kita belajar melihat objek dengan menggunakan substansi dan sensasi. Kita mengembangkan kekuatan mencipta, ingatan, keinginan, dan pikiran, dengan melatihnya. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu proses dari dalam atau inner development. Tujuan pendidikan adalah self development atau self cultivation atau self realization.
2.      Teori Psikologi Daya (Faculty Psychology) dan Belajar
Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, mengingat, berfikir, merasakan, kemauan dan sebagainya. Tiap daya memiliki fungsi masing-masing. Tiap orang memiliki semua daya-daya itu, hanya berbeda kekuatannya saja. Agar daya-daya itu berkembang maka daya-daya itu perlu dilatih, sehingga dapat berfungsi. Teori ini bersifat formal karena mengutamakan pembentukan daya-daya.
Anggapan ini sama halnya dengan daya-daya pada badan. Apabila suatu daya telah dilatih maka secara tidak langsung akan mempengaruhi daya-daya yang lainnya dan seseorang dapat melakukan transfer of learning terhadap situasi lain.
Untuk itulah maka kurikulum harus menyediakan mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya-daya tadi tekanannya bukan terletak pada isi materinya, melainkan pada pembentukannya, pendidikan dengan latihan. Pemilihan mata pelajaran dilakukan atas dasar pembentukan daya-daya secara efisien dan ekonomis. Kurikulum terorganisasi dan di peruntukkan bagi semua siswa dan kurang memntingkan isi, minat siswa tidak di perhatikan yang penting ialah kerja keras. Kebudayaan di tanamkan pada siswa untuk mempersiapkannya ke tujuan masyarakat.
3.      Teori Mental State
Teori ini berpangkal pada psikologi asosiasi yang di kembangkan oleh J.Herbart yang pada prinsipnya, jiwa manusia terdiri dari kesan-kesan/tanggapan-tanggapan yang masuk melalui pengindraan. Kesan-kesan itu berasosiasi satu sama lain dan membentuk mental atau kesadaran manusia. Tambah kuat asosiasi itu, tambah lama kesan kesan itu tinggal di dalam jiwa kita. Kesan-kesan itu berasosiasi satu sama lain dan membentuk mental/kesadaran. Kesan-kesan itu akan mudah diungkapkan kembali (reproduksi) apabila kesan-kesan itu tertanam dengan kuat dalam ruang kesadaran. Dan sebaliknya apabila kesan-kesan itu lemah maka akan lebih mudah lupa. Jadi, yang penting menurut teori ini adalah bahan-bahan atau materi yang disampaikan kepada seseorang.
4.      Teori Psikologi Behaviorisme dan Belajar
Di dalam behaviorisme masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi, melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat di terangkan. Melalui behaviorisme dapat dijelaskan kelakuan manusia secara seksama dan memberikan program pendidikan yang memuaskan.
Dari konsepsi tersebut, jelaslah bahwa konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar di tafsirkan sebgai latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.
Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespon. Hubungan anatara stimulus-respon ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi, pada dasarnya kelakuan anak adalah terdiri atas respon-respon tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan maka hubungan hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory. Kelakuan tadi akan dapat di tranferkan ke dalam situasi baru menurut hukum transfer tertentu pula.
Keberatan terhadap teori ini, ialah karna teori ini menekankan pada refleks dan otomatisasi dan melupakan kelakuan yang bertujuan (a puprosive behavior).
5.      Teori Connectionism dan Hukum-hukum Belajar
Apa yang telah dikemukakan di atas kemudian menjadi dasar dalam teori Connectionism. Teori ini mempunyai doktrin pokok, yakni hubungan antara stimulus dan respon, asosiasi-asosiasi di buat antara kesan-kesan pengadaan dan dorongan-dorongan untuk berbuat. Ikatan-ikatan (Bond) atau koneksi-koneksi dapat diperkuat atau di perlemah serasi dengan banyaknya penggunaan dan pengaruh-pengaruh dari penggunaan itu. Throndike dengan S-R Bond Theory-nya menyusun hukum-hukum belajar sebagai berikut.
a)      Hukum Pengaruh (The Law of Effect)
Hubungan-hubungan di perkuat atau diperlemah tergantung pada kepuasan atau ketidaksenangan yang berkenaan dengan penggunanya.
b)      Hukum Latihan (The Law Exercise)
Atau prinsip use and disuse. Apabila hubungan itu sering dilatih maka ia akan menjadi kuat (fized)
c)      Hukum Kesediaan/Kesiapan (The Law of Readiness)
Apabila suatu ikatan (Bond) siap untuk berbuat, perbuatan itu memberikan kepuasan, sebaliknya apabila tidak siap maka akan menimulkan ketidakpuasan atau ketidaksenangan atau terganggu.
Beberapa pokok pandangan dari Connectionism Theory ini adalah sebagai berikut.
1)        Pada umunya menerangkan bahwa kelakuan adalah berkat pengaruh aatu perbuatan dari lingkungan terhadap individu.
2)        Menjelaskan kelakuan dan motivasi secara mekanis.
3)        Kurang memerhatikan proses-proses mengenal dan berfikir.
4)        Mengutamakan atau menitikberatkan pada pengalaman-pengalaman masa lampau.
5)        Menganggap bahwa situasi keseluruhan adalah terdiri dari bagian-bagian. Pandangan ini sangat berbeda dengan pandangan field theory yang bersumber dari psikologi Gestalt.

6.      Teori Psikologi Gestalt tentang Belajar
Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinterelasi satu sama lain. Contoh : kepala manusia bukan merupakan penjumlahan dari batok kepala, telinga, mata, hidung, mulut, rambut, dagu dan dahi. Kepala adalah suatu keseluruhan unsur-unsur pada kepala yang terletak pada struktur tertentu. Pada strukturnya nasing-masing unsur tersebut berfungsi sebagaimana meastinya. Bagian-bagian ituhanya bermakna dalam hubungan keseluruhan. Sesuatu hal, sesuatu perbuatan, suatu benda, dan sebagainya, hanya bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu. Misalnya, perhiasan emas bermakna dalam situasi pesta atau di toko emas (jual beli), tetapi tidak bermakna di situasi padang pasir untuk mengatasi rasa haus dan dahaga.
Teori psikologi Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip yang perlu dapat perhatian, adalah sebagai berikut.
1)        Tingkah laku terjadi berkaitan interaksi antar individu dan lingkunganya, faktor heriditer (natural endowment) lebih berpengaruh.
2)        Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
3)        Belajar mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis.
4)        Belajar menitikberatkan ada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya.
5)        Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.

7.      Teori Psikologi Field Theory tentang belajar

1)        Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan baru menuju ke bagian-bagian. Mulai dari hal yang kompleks menuju ke hal-hal yang sederhana. Mulai dari organisasi mata pelajaran yang menyeluruh menuju ke tugas-tugas harian yang berurutan. Belajar mulai dari suatu unit menuju ke hal-hal yang mudah di pahami, diferensiasi pengetahuan dan keterampilan.
2)        Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian, bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tersebut. Ini berarti keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misalnya sebuah ban mobil hanya bermakna jika menjadi bagian dari mobil yakni sebgaai roda.
3)        Individuasi bagian-bagian dari suatu keseluruhan mula-mula siswa atau anak malihat sesuatu sebagai suatu keseluruhan. Bagian-bagian di lihat dari hubungan fungsional dengan keseluruhan. Lambat laun dia melakukan diferensiasi bagian-bagian dari keseluruhan itu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang lebih kecil. Contoh : mula mula sang anak melihat wajah ibunya sebagai suatu keseluruhan atau kesatuan lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana hidung, mana elinga ibu; kemudian dia melihat bahwa ibunya itu cantik atau tidak.
4)        Siswa/anak belajar dengan menggunakan pemahaman (insight). Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis. Contoh : seekor simpanse melihat hubungan antara beberapa buah kotak menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang, saat dia sedang lapar.

12
 
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar